Kamis, 08 November 2012

MAKALAH ULUMUL HADITS_ KEDUDUKAN DAN FUNGSI AL-HADITS TERHADAP AL-QUR'AN

BAB I
PENDAHULUAN

a.      Latar Belakang
Hadits bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun, hadits selalu menjadi rujukan  kedua setelah Al-qur’an dan menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan sebagian kelompok meragukan dan mengingkari  akan kebenaran hadits ebagai sumber hukum.
Banyak al-qur’an dan hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupkan sumber hukum islam selain al-qur’an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya. Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya? Berikut  makalah ini akan memaparkan sedikit tentang kedudukan hadits terhadap al-qur’an dengan melihat dalil aqli maupun naqli, serta pandangan antara  ingkarussunnah dan para pro hadits mengenai keabsahannya.

b.    Rumusan Masalah
Ø Seperti apa kedudukan/posisi hadits terhadap Al-Qur’an?
Ø bagaimana argumen ahlul qur’an dan ingkarusunnah terhadap Al- Hadits?
Ø Apa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?

c.     Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui :
1.    Kedudukan hadits terhadap al-qur’an
2.    argumen ahlul qur’an  dan ingkarussunnah mengenai kehujahan al-hadits
3.    bayan-bayan  hadits  terhadap  Al-qur’an


BAB II
PEMBAHASAN
A.     KEHUJAHAN AL-HADITS
Yang dimaksud dengan kehujahan Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau dasar hukum (al-dalil al-syar’i), dalam menangani suatu masalah. Di karenakan adanya dalil-dalil yang sesuai dengan Al-Qur’an, dan bisa di jabarkan secara jelas mengenai keterangannya. Selain itu, keabsahan Al-Hadits sebagai dalil juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan, bahwa beliau saw tidak menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang telah diwahyukan.  Semua peringatan beliau saw adalah wahyu yang diwahyukan.[1]  
Oleh karena itu, hadits adalah wahyu dari Allah swt. dan sebagai umat islam, kita wajib mempercayainya secara keseluruhan. Adapun jika ada yang masih meragukan keterangan dari As-sunnah ( sesuatu yang di bawa Rosululloh), baik hanya sebagian maupun tidak sama sekali, maka Dia di sebut dengan Ingkarusunnah. Atas dasar itu, menolak sunnah baik yang menyeluruh maupun sebagian sama artinya menolak al-Quran itu sendiri. Berikut argumen mengenai kehujahan hadits antara para pengingkar dan pendukung hadits.[2]

1.      Argumentasi  Para Penolak Sunnah
Pertama, mereka menyatakan, bahwa agama harus dibangun di atas dalil yang pasti (menyakinkan).  Apabila kita mengambil dan memakai sunnah, berarti, landasan agama Islam tidak lagi pasti.  Al-Quran yang dijadikan landasan agama bersifat pasti. Dalam hal ini mereka menggunakan    dalil;          (2)  ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِين الم(1)                    
   “Alif, Laam, Miim. Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.”[al-Baqarah:1-2][3]
  Kedua, para pengingkar sunnah menyatakan, bahwa dalil syariat hanyalah satu, yakni al-Quran. Menurut mereka, jika menyakini al-Quran masih memerlukan penjelasan sama artinya mendustakan al-Quran; sekaligus mengingkari kedudukan al-Quran yang membahas segala sesuatu secara tuntas[4]
Ketiga, mereka juga berargumentasi, bahwa al-Quran tidak perlu penjelasan, justru ia menjelaskan segala sesuatu  
Allah swt berfirman:  

وَنَزّ لْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَان لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى وَرَحْمَة وَبُشْرَى  لِلْمُسْلِمِين  
         “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.[al-Nahl:89][5]    
Melihat beberapa statement yang dilontarkan para pengingkar sunnah tersebut, bagaimana para pro hadits  menyikapinya?

2.      Argumentasi Para Pro Hadits Tentang Kehujahan Al-Hadits
Mengenai kehujahan Al-Hadits, para Ulama’ sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum beramal; karena sesuai dengan kehendak Alloh . Penerimaan mereka terhadap sama dengan penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an , karena keduannya sama-sama sebagai sumber hukum islam.[6]
Para pro hadits menyatakan, bahwa sebagai umat muslimin kita patut mempercayai,menerima,dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung dalam Al-hadits, Karna  kehujahan hadits sebagai sumber hukum beramal, telah di pakai oleh para Khulafa’ Ar-Rasyidin sejak sepeninggal Rosululloh, bahkan banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara, dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.[7]
kita tidak boleh mencukupkan diri hanya berpegang kepada surat al-Nahl ayat 89, untuk menolak sunnah.  Sebab, al-Quran telah menyatakan dengan sangat jelas pula, bahwa Nabi Mohammad saw telah diberi tugas untuk menjelaskan kandungan isi al-Quran; dan kita wajib mengikuti dan melaksanakan penjelasan beliau saw.    Allah swt berfirman:
وانزلنا إليك الذكر لتبين مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون
Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”[al-Nahl(16) :44][8]
Ayat tersebut dengan sharih menyatakan, bahwa Allah swt telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Mohammad saw, sekaligus membebani NabiNya untuk menjelaskan kandungan isi al Quran.  Allah swt telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad saw, sekaligus menugaskan kepada beliau untuk menjelaskan al-Quran kepada umat manusia, lantas pantaskah seorang Mukmin menolak penjelasan dan keterangan dari Rasulullah saw, dan memakai penafsiran dan penakwilannya sendiri?   Sesungguhnya, penolakan terhadap penjelasan Rasulullah saw terhadap ayat-ayat al-Quran, sama artinya dengan menyakini sebagian ayat dan ingkar terhadap ayat yang lain.[9]
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
“Jika kamu bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu, berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu Dawud :91).[10]
B.     POSISI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN

1.     Posisi Hadits Menurut Ingkarusunnah
Mengenai posisi hadits, para penolak sunnah mengklaim, bahwa kepercayaan terhadap As-sunnah dalam menjadikannya sebagai sumber hukum, tidak akan mengantarkan kepada keyakinan,  karna yang ada hanyalah keraguan. Selain itu, alasan lain mengapa mereka menolak sumber hukum yang berasal dari hadits, karna mereka meragukan keabsahan As-sunnah yang dinilai banyaknya hadits-hadits yang telah di palsukan.[11]
Sehingga, bagi mereka sudah cukup hanya berpegang teguh kepada al-Quran saja, dan tidak perlu memakai sunnah lagi; dengan alasan al-Quran telah sempurna, jelas, dan menjelaskan segala sesuatu. Jadi cukup jelas, bahwa ingkarussunnah menempatkan sumber hukum mereka kepada Al-qur’an semata, dan tidak terhadap Al-hadits.
2.     Posisi Hadits Menurut Ahlul Hadits
Para penganut pro hadits sudah tentu mempercayai dan meyakini akan kebenaran dari Al-Hadits. Karna pada dasarnya, As-Sunnah merupakan ajaran yang berisi tuntunan yang bersumber dari Rosululloh SAW.  Bila keRasulan Muhammad SAW telah di akui dan di benarkan, maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif

beliau, baik berupa ciptaan atas bimbingan ilham atau atas hasil ijihad semata, di tempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. [12]
Di samping itu, secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW sebagai Rasul, mengharuskan umatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang telah beliau sampaikan. Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan hadits sebagai  sumber hukum islam, antara lain :
a.       Ketika Abu Bakar Asy-Syiddiq Ra. di baiat menjadi khalifah, beliau pernah berkata;” Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan oleh Rasululloh SAW. Sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya
b.      Saat Umar Bin Khattab Ra. berada di depan Hajar Aswad beliau berkata: Saya tahu bahwa engkau adalah batu, Seandainya saya tidak melihat Rasululloh menciummu , saya tidak akan menciummu.”
c.       Diceritakan Said Bin Musayyab bahwa Usman bin Affan Ra. berkata;” Saya duduk sebagaimana duduknya Rasululloh SAW, saya makan sebagaimana makannya Rasululloh, dan saya sholat sebagaimana sholatnya Rasululloh”
Masih banyak lagi contoh-contoh yng menunjukkan bahwa apa yang di perintahkan, dilakukan, dan di serukan, niscaya di ikuti oleh umatnya dan apa yang di larang selalu tinggalkan oleh mereka. Begitulah para Ahlul Hadits menempatkan As-sunnah sebagai pedoman hidup yang kedua bagi mereka setelah Al-qur’an, karna mereka percaya akan firman Alloh SWT;

يَاأّيها الذين امنو أَمِنو بالله وَرَسُولِهِ والكِتا بِ الَذى نَزَّلَ على رَسولِهِ والكِتا بِ الّذى أَنزَلَ مِن قَبلِ
وَمَن يَكفر بااالله وملا ئِكَتِهِ وكتبِهِ ورَسُولِهِ واليوم الاَ خِرِ فَقَد ضَلَّ ضَلاَ لًا بَعِيدًا
Wahai orang – orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya, dan kepada kitab yang Alloh turunkan kepada Rasul-Nya  serta kitab yang Alloh turunkan sebelumnya . Bagi siapa yang kafir kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, Rosul-rosul-Nya, dan hari kemudian , maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS. AN-Nisa’(4):136)[13]


C.     FUNGSI HADITS TERHADAP AL-QUR’AN
Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan global.
Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-qur’an tersebut.
 hal tersebut sesuai dengan firman Alloh SWT:
واًنزلنا إليك الذكر لتبين مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون
Artinya:
“Dan kami turunkan kepadamu Al-Qur’an agr kamu mnerangkan kepada umat manusia apa yang di turunkan kepada mereka dan supaya mereka berfikir.” (QS. AN-Nahl(16):44)
Alloh SWT menurunkan Al-Qur’an bagi umat manusia , agar  Al-Qur’an ini dapat dipahami oleh manusia , maka Rosul SAW di perintahkan untuk menjelaskan kandungan dan cara-cara melaksanakan  ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya. seperti contoh Al-qur’an menerangkan  tentang perintah sholat yang di ungkapkan secara mujmal ,  tidak menyebutkan  bilangan rakaatnya, maupun cara-caranya dan syarat rukunnya.[14]
Lebih dari itu , ada beberapa kejadian atau peristiwa yang tidak di jelaskan hukumnya oleh nas-nas l-qur’an secara terang. Dalam hal ini perlu mengetahui ketetapan Nabi SAW. yang telah di akui sebagai Rosululloh untuk menyampaikan syariat kepada manusia.  Oleh karena itu, hadits Nabi SAW. merupakan penafsiran ajaran islam secara factual dan ideal, dan berkedudukan sebagai sumber hukum kedua setelah al-qur’an.[15]  Alloh berfirman:
وَمَا أتَاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه فانتهوا
Artinya : “Dan apa yang kami perintahkan Rosul , maka laksanakanlah , dan apa yang dilarang Rosul maka hentikanlah.” (QS , Al- Hasyr. 7)
Oleh karena itu, fungsi hadits Rosul sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam .  Berikut pembahasannya satu-persatu
1.      Bayan  at-Taqrir
Di sebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat Yang dimaksud dengan bayan ini , ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di terangkan di dalam Al-Qur’an.Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan Al-Qur’an.

Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi;
فإذا رأيتم الهلا ل فصوموا  وإذا رأيتموه فأفطروا (رواه مسلم )
Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, mka berpuasalah , juga apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)
Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;
فمن شهد منكم الشّهر فليصمه
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa... (QS. AL-Baqarah(2): 185)[16]
2.      Bayan al-Tafsir
Adalah kehadiran hadits yang berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur-an yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat Al-qur’an yang masih bersifat umum.
Ayat-ayat Al-qur’an tentang masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan, syarat-syarat, sebb-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu, Rasululloh SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah tersebut.  berikut contoh haditsnya;
صلّوا كما رأيتموني أصلّي  (رواه البخارى)
Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)
Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat . Sebab dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan sholat adalah:
وأقيمواالصّلاة واتو الزّكاة واركعو مع الرّاكعين Dan kerjakanlah sholat, tunaikan zakat, dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.   ( QS.Al-Baqarah (2): 43)                                    





Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak seperti:

أوتي رسول الله صلى الله عليه وسلّم بسارق فقطع يده من مفصل الكهفّ
Rasululloh SAW. di datangi seseorang dengan membawa pencuri , maka beliau memotong   tangan pencuri dari pergelangan tangan”

Hadits tersebut  men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38 yang berbunyi:
والسارق والسارقة فا قطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله والله عزيز حكيم
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Alloh........[17]

3.      Bayan Tasyri’
Yang di maksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an hanya terdapat pokok-pokoknya saja. Hadits-hadits Rasululloh yang termasuk dalam kelompok ini di antaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua orang wanita bersaudara , hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan hukum tentang hak waris bagi seorang anak.[18]

                  BAB III
KESIMPULAN

1.      Kehujahan hadits sebagai sumber hukum islam sudahlah layak untuk di gunakan dalam permasalahan syar’i, karna hadits berasal dari Rosululloh, maka sudah pasti kebenarannya. Maka, adalah sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat bila ada pemahaman bahwa hadits itu di ingkari keberadaannya, yakni di anggap tidak absah keadaannya secara keseluruhan.
2.      Bagi pengingkar hadits, mereka menganggap bahwa Al-Hadits adalah dalil yang tidak pasti, dan merek hanya berpegang teguh pada dalil Al-Qur’an semata. Sehingga Al-Qur’an tidak perlu penjelasan dari Al-Hadits.
3.      Para pro Hadits mengatakan, bahwa kita wajib berpegang teguh pada Al-Hadits, Sebab, al-Quran telah menyatakan dengan sangat jelas pula, bahwa Nabi Mohammad saw telah diberi tugas untuk menjelaskan kandungan isi al-Quran; dan kita wajib mengikuti dan melaksanakan penjelasan beliau
4.      Para penolak Hadits hanya meletakkan sumber hukum mereka pada Al-Qur’an , dan tidak pada Al-Hadits.
5.      Sedang para pro Hadits memposisikan Al-Hadits sebagai sumber hukum mereka yang ke –dua setelah Al-Qur-an
6.      Fungsi Al-Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai penetap/mengokohkan (bayan taqrir), memperinci/ menjelaskan(bayan tafsir) dan mewujudkan hukum yang tidak ada pada Al-Quran (bayan tassyri’)


Saran
Sebagai umat islam, sudah selayaknyalah kita mematuhi apa yang perintahkan Alloh, termasuk untuk mematuhi dan mengamalkan apa yang Nabi sampaikan kepada umatnya, dan tidak mengingkari apa yang telah di ajarkan Rosul terhadap kita, melalui Al-Hadits . serta meletakkannya sebagai sumber hukum islam dengan memasangkannya pada sumber hukum yang pertama yakni Al-Qur’an karim.





DAFTAR PUSTAKA

Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. PT RAJA GRAVINDO PERSADA. Jakarta.2008
Soebahar, Erfan. Menguak fakta keabsahan As-sunnah. PRENADA MEDIA. Jakarta.2003







1 komentar: