BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar
Belakang
Hadits
bukanlah teks suci sebagaimana Al-qur’an. Namun, hadits selalu menjadi
rujukan kedua setelah Al-qur’an dan
menempati posisi penting dalam kajian keislaman. Mengingat penulisan hadits
yang dilakukan ratusan tahun setelah Nabi Muhammad SAW wafat, maka banyak
terjadi silang pendapat terhadap keabsahan sebuah hadits. sehingga hal tersebut memuncul kan
sebagian kelompok meragukan dan mengingkari
akan kebenaran hadits ebagai sumber hukum.
Banyak al-qur’an dan hadits yang
memberikan pengertian bahwa hadits itu merupkan sumber hukum islam selain
al-qur’an yang wajib di ikuti, baik dalam bentuk perintah, maupun larangan nya.
Namun mengapa para pengingkar sunnah tetap meragukannya? Berikut makalah ini akan memaparkan sedikit tentang
kedudukan hadits terhadap al-qur’an dengan melihat dalil aqli maupun naqli,
serta pandangan antara ingkarussunnah
dan para pro hadits mengenai keabsahannya.
b. Rumusan
Masalah
Ø
Seperti apa kedudukan/posisi hadits
terhadap Al-Qur’an?
Ø
bagaimana argumen ahlul qur’an dan
ingkarusunnah terhadap Al- Hadits?
Ø
Apa fungsi hadits terhadap Al-Qur’an?
c.
Tujuan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini
adalah untuk mengetahui :
1. Kedudukan hadits terhadap
al-qur’an
2. argumen ahlul qur’an dan ingkarussunnah mengenai kehujahan al-hadits
3. bayan-bayan
hadits terhadap
Al-qur’an
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KEHUJAHAN AL-HADITS
Yang dimaksud dengan kehujahan
Hadits (hujjiyah hadits) adalah keadaan Hadits yang wajib dijadikan hujah atau
dasar hukum (al-dalil al-syar’i), dalam menangani suatu masalah. Di karenakan
adanya dalil-dalil yang sesuai dengan Al-Qur’an, dan bisa di jabarkan secara
jelas mengenai keterangannya. Selain itu, keabsahan Al-Hadits sebagai dalil
juga ditunjukkan oleh nash-nash qath’iy yang menyatakan, bahwa beliau saw tidak
menyampaikan sesuatu (dalam konteks syariat) kecuali berdasarkan wahyu yang
telah diwahyukan. Semua peringatan beliau saw adalah wahyu yang
diwahyukan.
Oleh karena itu, hadits adalah wahyu
dari Allah swt. dan sebagai umat islam, kita wajib mempercayainya secara
keseluruhan. Adapun jika ada yang masih meragukan keterangan dari As-sunnah (
sesuatu yang di bawa Rosululloh), baik hanya sebagian maupun tidak sama sekali,
maka Dia di sebut dengan Ingkarusunnah. Atas dasar itu, menolak sunnah baik yang
menyeluruh maupun sebagian sama artinya menolak al-Quran itu sendiri. Berikut
argumen mengenai kehujahan hadits antara para pengingkar dan pendukung hadits.
1. Argumentasi Para Penolak Sunnah
Pertama, mereka menyatakan,
bahwa agama harus dibangun di atas dalil yang pasti (menyakinkan).
Apabila kita mengambil dan memakai sunnah, berarti, landasan agama Islam tidak
lagi pasti. Al-Quran yang dijadikan landasan agama bersifat
pasti. Dalam hal ini mereka menggunakan dalil; (2) ذَلِكَ
الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِين الم(1)
“Alif, Laam, Miim.
Kitab (Al Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.”[al-Baqarah:1-2]
Kedua, para pengingkar
sunnah menyatakan, bahwa dalil syariat hanyalah satu, yakni
al-Quran. Menurut mereka, jika menyakini al-Quran masih memerlukan
penjelasan sama artinya mendustakan al-Quran; sekaligus mengingkari kedudukan
al-Quran yang membahas segala sesuatu secara tuntas.
Ketiga, mereka juga
berargumentasi, bahwa al-Quran tidak perlu penjelasan, justru ia
menjelaskan segala sesuatu
Allah swt
berfirman:
وَنَزّ لْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَان لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدًى
وَرَحْمَة وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِين
“Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur’an) untuk menjelaskan segala
sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang
berserah diri”.[al-Nahl:89]
Melihat beberapa statement yang
dilontarkan para pengingkar sunnah tersebut, bagaimana para pro hadits menyikapinya?
2. Argumentasi Para Pro Hadits Tentang Kehujahan
Al-Hadits
Mengenai kehujahan Al-Hadits, para
Ulama’ sepakat menjadikan hadits sebagai salah satu dasar hukum beramal; karena
sesuai dengan kehendak Alloh . Penerimaan mereka terhadap sama dengan
penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an , karena keduannya sama-sama sebagai
sumber hukum islam.
Para pro hadits menyatakan, bahwa
sebagai umat muslimin kita patut mempercayai,menerima,dan mengamalkan segala
ketentuan yang terkandung dalam Al-hadits, Karna kehujahan hadits sebagai sumber hukum
beramal, telah di pakai oleh para Khulafa’ Ar-Rasyidin sejak sepeninggal
Rosululloh, bahkan banyak di antara mereka yang tidak hanya memahami dan
mengamalkan isi kandungannya, akan tetapi bahkan mereka menghafal, memelihara,
dan menyebarluaskan kepada generasi-generasi selanjutnya.
kita tidak boleh mencukupkan diri
hanya berpegang kepada surat al-Nahl ayat 89, untuk menolak sunnah.
Sebab, al-Quran telah menyatakan dengan sangat jelas pula, bahwa Nabi Mohammad
saw telah diberi tugas untuk menjelaskan kandungan isi al-Quran; dan kita wajib
mengikuti dan melaksanakan penjelasan beliau saw. Allah swt
berfirman:
وانزلنا
إليك الذكر لتبين مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون
“Dan Kami turunkan kepadamu Al
Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.”[al-Nahl(16) :44]
Ayat tersebut dengan sharih
menyatakan, bahwa Allah swt telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Mohammad saw,
sekaligus membebani NabiNya untuk menjelaskan kandungan isi al Quran.
Allah swt telah menurunkan al-Quran kepada Nabi Muhammad saw, sekaligus
menugaskan kepada beliau untuk menjelaskan al-Quran kepada umat manusia, lantas
pantaskah seorang Mukmin menolak penjelasan dan keterangan dari Rasulullah saw,
dan memakai penafsiran dan penakwilannya sendiri? Sesungguhnya,
penolakan terhadap penjelasan Rasulullah saw terhadap ayat-ayat al-Quran, sama
artinya dengan menyakini sebagian ayat dan ingkar terhadap ayat yang lain.
Abd Allah bin Mas’ud berpendapat
bahwa orang yang menghindari sunnah tidak termasuk orang beriman bahkan
dia orang kafir. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW. Yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, sebagai berikut:
“Jika kamu
bersembahyang di rumah-rumah kamu dan kamu tinggalkan masjid-masjid kamu,
berarti kamu meninggalkan sunnah Nabimu, dan berarti kamu kufur.” (H.R. Abu
Dawud :91).
B.
POSISI HADITS
TERHADAP AL-QUR’AN
1.
Posisi
Hadits Menurut Ingkarusunnah
Mengenai
posisi hadits, para penolak sunnah mengklaim, bahwa kepercayaan terhadap
As-sunnah dalam menjadikannya sebagai sumber hukum, tidak akan mengantarkan
kepada keyakinan, karna yang ada
hanyalah keraguan. Selain itu,
alasan lain mengapa mereka menolak sumber hukum yang berasal dari hadits, karna
mereka meragukan keabsahan As-sunnah yang dinilai banyaknya hadits-hadits yang
telah di palsukan.
Sehingga, bagi mereka sudah cukup hanya berpegang
teguh kepada al-Quran saja, dan tidak perlu memakai sunnah lagi; dengan alasan
al-Quran telah sempurna, jelas, dan menjelaskan segala sesuatu. Jadi cukup
jelas, bahwa ingkarussunnah menempatkan sumber hukum mereka kepada Al-qur’an
semata, dan tidak terhadap Al-hadits.
2.
Posisi
Hadits Menurut Ahlul Hadits
Para penganut pro hadits sudah tentu mempercayai dan meyakini akan
kebenaran dari Al-Hadits. Karna pada dasarnya, As-Sunnah merupakan ajaran yang
berisi tuntunan yang bersumber dari Rosululloh SAW. Bila keRasulan Muhammad SAW telah di akui dan
di benarkan, maka sudah selayaknya segala peraturan dan perundang-undangan
serta inisiatif
beliau, baik
berupa ciptaan atas bimbingan ilham atau atas hasil ijihad semata, di tempatkan
sebagai sumber hukum dan pedoman hidup.
Di samping itu, secara logika kepercayaan kepada Muhammad SAW
sebagai Rasul, mengharuskan umatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan
yang telah beliau sampaikan. Banyak peristiwa yang menunjukkan adanya
kesepakatan menggunakan hadits sebagai
sumber hukum islam, antara lain :
a.
Ketika Abu Bakar Asy-Syiddiq Ra. di baiat menjadi khalifah, beliau
pernah berkata;” Saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang di amalkan oleh
Rasululloh SAW. Sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya
b.
Saat Umar Bin Khattab Ra. berada di depan Hajar Aswad beliau
berkata: Saya tahu bahwa engkau adalah batu, Seandainya saya tidak melihat
Rasululloh menciummu , saya tidak akan menciummu.”
c.
Diceritakan Said Bin Musayyab bahwa Usman bin Affan Ra. berkata;” Saya
duduk sebagaimana duduknya Rasululloh SAW, saya makan sebagaimana makannya
Rasululloh, dan saya sholat sebagaimana sholatnya Rasululloh”
Masih banyak
lagi contoh-contoh yng menunjukkan bahwa apa yang di perintahkan, dilakukan,
dan di serukan, niscaya di ikuti oleh umatnya dan apa yang di larang selalu
tinggalkan oleh mereka. Begitulah para Ahlul Hadits menempatkan As-sunnah
sebagai pedoman hidup yang kedua bagi mereka setelah Al-qur’an, karna mereka
percaya akan firman Alloh SWT;
يَاأّيها الذين امنو أَمِنو
بالله وَرَسُولِهِ والكِتا بِ الَذى نَزَّلَ على رَسولِهِ والكِتا بِ الّذى أَنزَلَ
مِن قَبلِ
وَمَن يَكفر بااالله
وملا ئِكَتِهِ وكتبِهِ ورَسُولِهِ واليوم الاَ خِرِ فَقَد ضَلَّ ضَلاَ لًا بَعِيدًا
”Wahai
orang – orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Alloh dan Rasul-Nya, dan
kepada kitab yang Alloh turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Alloh turunkan sebelumnya . Bagi
siapa yang kafir kepada Alloh, malaikat-malaikat-Nya, Rosul-rosul-Nya, dan hari
kemudian , maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya. (QS.
AN-Nisa’(4):136)
C.
FUNGSI HADITS TERHADAP
AL-QUR’AN
Al-qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam islam, antara
satu dengan yang lainnya. Keduanya merupakan satu kesatuan. Al-qur’an sebagai
sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat umum dan
global.
Oleh karena itu kehadiran hadits, sebagai
sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-qur’an tersebut.
hal tersebut sesuai dengan firman Alloh SWT:
واًنزلنا إليك الذكر
لتبين مانزل إليهم ولعلهم يتفكرون
Artinya:
“Dan kami turunkan
kepadamu Al-Qur’an agr kamu mnerangkan kepada umat manusia apa yang di turunkan
kepada mereka dan supaya mereka berfikir.” (QS. AN-Nahl(16):44)
Alloh SWT menurunkan Al-Qur’an bagi umat
manusia , agar Al-Qur’an ini dapat
dipahami oleh manusia , maka Rosul SAW di perintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan
ajarannya kepada mereka melalui hadits-haditsnya. seperti contoh
Al-qur’an menerangkan tentang perintah
sholat yang di ungkapkan secara mujmal ,
tidak menyebutkan bilangan
rakaatnya, maupun cara-caranya dan syarat rukunnya.
Lebih dari itu , ada beberapa kejadian atau
peristiwa yang tidak di jelaskan hukumnya oleh nas-nas l-qur’an secara terang.
Dalam hal ini perlu mengetahui ketetapan Nabi SAW. yang telah di akui sebagai
Rosululloh untuk menyampaikan syariat kepada manusia. Oleh karena itu, hadits Nabi SAW. merupakan
penafsiran ajaran islam secara factual dan ideal, dan berkedudukan sebagai
sumber hukum kedua setelah al-qur’an. Alloh berfirman:
وَمَا أتَاكم الرسول فخذوه ومانهاكم عنه
فانتهوا
Artinya : “Dan apa yang kami perintahkan Rosul ,
maka laksanakanlah , dan apa yang dilarang Rosul maka hentikanlah.” (QS , Al- Hasyr. 7)
Oleh karena itu, fungsi hadits Rosul
sebagai penjelas (bayan) Al-Qur’an itu bermacam-macam . Berikut pembahasannya satu-persatu
1.
Bayan
at-Taqrir
Di sebut juga dengan bayan at-ta’kid dan bayan al-itsbat Yang
dimaksud dengan bayan ini , ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah di
terangkan di dalam Al-Qur’an.Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi
kandungan Al-Qur’an.
Suatu contoh hadits yang diriwayatkan Muslim dari Ibnu Umar, yang
berbunyi;
فإذا رأيتم الهلا ل فصوموا وإذا رأيتموه فأفطروا (رواه مسلم )
”Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, mka berpuasalah , juga
apabila melihat (ru’yah) itu maka berbukalah” . (HR.Muslim)
Hadits ini men taqrir ayat Al-Qur’an di bawah ini;
فمن شهد منكم الشّهر فليصمه
Maka barang siapa yang mempersaksikan pada
waktu itu bulan, hendaklah ia berpuasa... (QS. AL-Baqarah(2): 185)
2.
Bayan al-Tafsir
Adalah kehadiran hadits yang
berfungsi untuk memberikan rincian dan tafsiran terhadap ayat-ayat Al-qur-an
yang masih bersifat global (mujmal) , memberikan persyaratan /batasan
ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat mutlak , dan mengkhususkan terhadap ayat-ayat
Al-qur’an yang masih bersifat umum.
Ayat-ayat Al-qur’an tentang
masalah ini masih bersifat mujmal, baik mengenai cara mengerjakan,
syarat-syarat, sebb-sebabnya, atau halangan-halangannya. Oleh karena itu,
Rasululloh SAW, melalui haditsnya menafsirkan dan menjelaskan masalah-masalah
tersebut. berikut contoh haditsnya;
صلّوا كما رأيتموني أصلّي (رواه
البخارى)
‘Sholatlah
sebagaimana engkau melihat aku sholat” . ( HR. Bukhori)
Hadits menjelaskan bagaimana mendirikan sholat . Sebab
dalam Al-qur’an tidak menjelaskan secara rinci. salah satu ayat yang memerintahkan
sholat adalah:
وأقيمواالصّلاة واتو الزّكاة واركعو مع الرّاكعين “Dan kerjakanlah sholat, tunaikan zakat, dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
( QS.Al-Baqarah (2): 43)
Sedangkan contoh hadits yang membatasi ayat-ayat Al-qur’an yang bersifat
mutlak seperti:
أوتي رسول
الله صلى الله عليه وسلّم بسارق فقطع يده من مفصل الكهفّ
Rasululloh SAW. di datangi seseorang dengan membawa
pencuri , maka beliau memotong tangan
pencuri dari pergelangan tangan”
Hadits tersebut men-taqyid/ membatasi QS. Al-Maidah (5) : 38
yang berbunyi:
والسارق
والسارقة فا قطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكالا من الله والله عزيز حكيم
“Laki-laki yang
mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagian)
pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan siksa dari Alloh........
3.
Bayan Tasyri’
Yang di maksud dengan bayan tasyri’ adalah mewujudkan
suatu hukum atau ajaran-ajaran yang tidak di dapati dalam Al-Qur’an hanya
terdapat pokok-pokoknya saja. Hadits-hadits Rasululloh yang termasuk dalam
kelompok ini di antaranya hadits tentang penetapan haramnya mengumpulkan dua
orang wanita bersaudara , hukum merajam pezina wanita yang masih perawan, dan
hukum tentang hak waris bagi seorang anak.
BAB III
KESIMPULAN
1. Kehujahan hadits sebagai sumber hukum islam sudahlah layak untuk di
gunakan dalam permasalahan syar’i, karna hadits berasal dari Rosululloh, maka
sudah pasti kebenarannya. Maka, adalah sesuatu yang bertentangan dengan akal
sehat bila ada pemahaman bahwa hadits itu di ingkari keberadaannya, yakni di
anggap tidak absah keadaannya secara keseluruhan.
2. Bagi pengingkar hadits, mereka menganggap bahwa Al-Hadits adalah dalil
yang tidak pasti, dan merek hanya berpegang teguh pada dalil Al-Qur’an semata.
Sehingga Al-Qur’an tidak perlu penjelasan dari Al-Hadits.
3. Para pro Hadits mengatakan, bahwa kita wajib berpegang teguh pada
Al-Hadits, Sebab, al-Quran telah menyatakan dengan sangat jelas
pula, bahwa Nabi Mohammad saw telah diberi tugas untuk menjelaskan kandungan
isi al-Quran; dan kita wajib mengikuti dan melaksanakan penjelasan beliau
4. Para penolak Hadits hanya meletakkan sumber hukum
mereka pada Al-Qur’an , dan tidak pada Al-Hadits.
5. Sedang para pro Hadits memposisikan Al-Hadits sebagai
sumber hukum mereka yang ke –dua setelah Al-Qur-an
6. Fungsi Al-Hadits terhadap Al-Qur’an adalah sebagai penetap/mengokohkan
(bayan taqrir), memperinci/ menjelaskan(bayan tafsir) dan mewujudkan hukum yang
tidak ada pada Al-Quran (bayan tassyri’)
Saran
Sebagai umat islam, sudah
selayaknyalah kita mematuhi apa yang perintahkan Alloh, termasuk untuk mematuhi
dan mengamalkan apa yang Nabi sampaikan kepada umatnya, dan tidak mengingkari
apa yang telah di ajarkan Rosul terhadap kita, melalui Al-Hadits . serta
meletakkannya sebagai sumber hukum islam dengan memasangkannya pada sumber
hukum yang pertama yakni Al-Qur’an karim.
DAFTAR
PUSTAKA
Suparta, Munzier. Ilmu Hadits. PT
RAJA GRAVINDO PERSADA. Jakarta.2008
Soebahar, Erfan. Menguak fakta
keabsahan As-sunnah. PRENADA MEDIA. Jakarta.2003